Oleh : Guntoro Soewarno, Komisaris Utama PT Raja Sengon Indonesia.
TENTU sangat ideal, kalau keberadaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di desa-desa bisa mandiri, besar dan kuat secara bisnis. Bisa dipastikan Desa itu jadi tumbuh secara ekonomi. Dan desa menjadi punya kredibilitas, karena mereka sudah merdeka secara ekonomi. Tapi apa mungkin?
Jumat (8/2) kemarin, saya ke Desa Ciawi di Kecamatan Wanayasa – Purwakarta. Perlu waktu satu jam untuk bisa bertemu anak-anak muda hebat, para pengelola BUMDes di desa yang berada di lembah itu.

Desa Ciawi, secara ekonomi punya potensi sangat besar. Karena posisinya di lembah, dikepung oleh perbukitan terjal, maka sumber air melimpah. Kalau kemarau,”Debut air hanya turun sedikit,” jelas Deni anak muda yang punya energi prima untuk menggerakkan masyarakatnya tumbuh dan bangkit dari ekonomi.
Di Desa itu juga banyak cengkeh dan pala. Dua jenis rempah yang dulu menjadi daya tarik Portugis dan Belanda untuk datang dan menjajah kita. Kepala Desanya juga sangat berkeinginan BUMDes itu besar.
“Suntikan dana ke BUMDes, kami paling besar kedua di Kecamatan Wanayasa. Karena, Kades kami punya komitmen agar BUMDes dan masyarakatnya bisa tumbuh secara ekonomi,” jelas Syahrul Ketua BUMDes Ciawi.
Kemarin, saya bertemu dengan anak muda yang hebat-hebat. Yang ingin bangkit dan tumbuh besar bersama masyarakatnya. Di sana ada Dani, ada Iwan, ada Syahrul, dan ada Uce. Merekalah sekelompok kecil pemuda yang punya cita-cita besar, akan pentingnya perubahan di Desanya.
Saya datang tentu atas nama PT Raja Sengon Indonesia (PT RSI). Kedatangan saya tentu langkah kedua, untuk merealisasikan program sereh wangi berbasis masyarakat. Tentu dengan mendudukan posisi BUMdes sebagai lokomotifnya.
Kami hanya memberikan tiga hal, pertama pelatihan tentang penguatan kelembagaan. Pada pelatihan ini, kami berikan tentang bagaimana BUMDes bisa berbisnis sebagaimana layaknya bisnis. Kami bangun anak-anak muda yang hebat-hebat ini, spiritualitas dan karakter bisnisnya. Skill bisnis bagaimana budidaya dan kunci sukses program ini juga sudah kami berikan. Kedua adalah pendampingan program. Ini agar program tidak melenceng pada tujuan semula. Ketiga, adalah jaminan pasar.
Secara bisnis, Desa Ciawi dengan sumber air yang melimpah dan banyak tanaman rempah bernilai ekonomi tinggi, untuk bisa sukses mestinya tidak susah.
Tapi nasib sebuah desa yang terpencil selalu begitu. Komoditas mahal itu dibeli dengan murah. Hidup mereka digempur oleh para tengkulak rakus, yang kerjanya memiskinkan masyarakat desa. Dan ini sudah terjadi turun temurun.

Ciawi adalah contoh paradoks desa-desa di Indonesia pada umumnya. Desa yang punya potensi mandiri, tapi dibuat gempor, karena kaki-kaki kuat mereka diserimpung oleh para begundal kapitalis yang bekerja seperti mesin sampai ke desa-desa.
Saya sangat menekankan ke mereka, agar BUMDes menjadi lokomotif perubahan di Desa ini. Tentu ini butuh kerja keras dan kesabaran tinggi. Tapi percayalah, untuk membuktikan itu tidak butuh waktu lama. Dengan catatan, masing-masing kita fokus, berkomitmen, gigih, disiplin dieksekusi dan sabar.
Kemarin lusa, saya dengan anak-anak muda itu telah berkomitmen untuk maju. Kami pun merumuskan program yang realistis yang bisa dikerjakan jangka pendek dan menengah. Kami pun sudah punya wa group untuk memudahkan komunikasi dan koordinasi. Minggu depan, kami bersepakat untuk menjelaskan program yang sudah kami rumuskan kepada tokoh setempat, pak Kades, Ketua RW, Ketua RT dan tokoh pemuda.
Ciawi adalah contoh satu Desa terpencil yang ingin tumbuh dan mandiri. Mereka adalah anak-anak muda, yang sesungguhnya punya energi melimpah untuk menggerakkan desanya. Orang-orang seperti mereka ibarat emas yang selama ini tenggelam di dalam lumpur. Hanya perlu untuk sedikit mengangkat mereka ke permukaan dan menggosoknya. Setelah itu akan bersinar.
Ciawi, Desa di Lembah perbukitan Wanayasa itu, akan bersinar, dalam tiga tahun mendatang. Ini satu model pemberdayaan masyarakat desa, yang terjadi di ruang-ruang sunyi kehidupan dan jauh dari gegap gempita perpolitikan Indonesia yang bengis dan tidak bermoral.